MELIHAT WAJAH BARU MALL BERSEJARAH SARINAH JAKARTA
lanjut dari cerita jalan-jalan ke Museum Gajah kemarin...
setelah asik berkeliling di Museum Gajah, dan sudah masuk ke jam makan siang, bingung dong kita mau makan dimana, nah suami gue itu menyarankan untuk ke Sarinah yang ada di Thamrin.
kalau ada yang belum tau Sarinah itu merupakan Mall tertua yang ada di Jakarta, dibangun kurang lebih di era nya presiden pertama RI, Bapak Ir. Soekarno. Mall ini dibangun untuk memperkuat perekonomian Indonesia yang saat itu masih berkembang. nama Sarinah sendiri diambil dari nama pengasuh sang Proklamator yang sangat berjasa bagi hidupnya, kok jadi gemash sendiri yaaa...
karena bulan Maret 2022 lalu Sarinah baru renovasi total dan terllihat lebih modern, jadilah sekalian gue boyong bocah-bocah untuk ke Sarinah melihat Wajah baru nya yang lebih modern.
FYI pas gue ke Sarinah itu, kan pas banget hari Sabtu dan Sarinah ini lagi hypes banget di dunia anak moeda masa kini, jadi parkiran nya tuh full banget. gue saranin kalau mau ke Sarinah lebih baik ga bawa kendaraan pribadi, atau pakai lah jasa transportasi umum (lebih manusiawi dibanding kita harus muter-muter cari parkir). gue aja sampai parkir di gedung kantor suami gue dan jalan kaki ke Sarinah nya.
daya tarik yang ditawarkan Sarinah modern sangat bermacam-macam dan sangat memenuhi kebutuhan anak muda dimana mereka menyiapkan tempat-tempat foto instagramable yang cakep-cakep poenya. contohnya salah satu yang paling hits banget adalah amphiteather yang bisa digunakan anak-anak untuk duduk-duduk sore sambil menikmati pertunjukan musik yang langsung menghadap ke Jl. Thamrin. atau salah satunya lagi yang gue datangi dengan keluarga itu skydeck yang ada di lt. 6 gedung ini dimana kita bisa berfoto-foto dengan latar gedung-gedung tinggi disepanjang Jl. Thamrin.
keren sih menurut gue wajah baru Sarinah ini, dia bisa menyatukan keinginan pasar modern dengan segala aspek digitalnya dengan tidak meninggalkan esensi budaya nya.
di lantai dasar, kita disambut dengan relief-relief di dinding Mall nya, makanya gue bilang menjadi modern bukan berarti meninggalkan esensi budaya itu sendiri.
